Rabu, 28 Agustus 2013

Sepenggal Kisah tentang "Sang Murabbi"

(Coretan sederhana pembangun jiwa)


Namanya mungkin tidak Populer ditelinga kita...!! (Buat apa dikenal oleh penduduk Bumi, Padahal penduduk langit tidak mengenal kita..?)

Dia juga Bukan S.PdI, Lc, apatah lagi M.A (Gelar yang biasanya disandang oleh para da'i pada umumnya)


Menurut sebuah sumber terpercaya, beliau dititipkan Hidayah Oleh Allah justru pada saat usia beliau telah dewasa, bahkan sejarah kelam dan pahit pernah dilaluinya.


Bagi sebahagian orang yang lebih awal mengenalnya sebelum hidayah itu datang padanya, sepertinya sulit mempercayai kalau kini beliau telah menjadi seorang ustadz yang dakwahnya sangat berpengaruh. (saking kelamnya masa lalunya, Subhanallah)

Di tengah fenomena dan fakta-fakta tentang “Sebagian” para juru dakwah yang saat ini semakin memprihatinkan, mulai dari Kasus “bayaran mahal”, minta “fasiitas mewah”, dan penampilannya di tengah ummat juga yang very... very elegan.. (Hahaha, ceramah pakai gadget, marah kalau lupa disebut title, agar lebih dapat kesan elegannya ke lokasi ceramah pakai kendaraan mewah.., kalau sudah begini, yang punya hajat/yang ngundang bingung ngasi amplop berapa duit buat sang da’I, karena harus imbang dengan “Sewa Bensin”-nya dan Paket internet Gadgetnya—Meskipun semua fasilitas itu gak haram hukumnya digunakan sebagai pendukung tugas sang da’i),


Tapi subhanallah.., sosok da’i yang kharismatik ini hampir-hampir tak menikmati semua fasilitas tersebut, beliau berdakwah tanpa kafalah, tanpa fasilitas bahkan dalam gerakan syi’ar nya, beliau selalu mengucurkan dana-dana pribadi, padahal kehidupan ekonomi keluarganya sangat jauh dari kemewahan.


Dulu waktu ditanya:
“apa pekerjaan utamata’ ustadz selain menjadi da’i..?”, jawaban beliau saat itu cukup mencengangkan. Dengan senyum sederhana beliau menjawab.

“Alhamdulillah.., Allah menitipkan sedikit ilmunya pada saya, dan dengan itu saya menjadikannya modal untuk pekerjaan utama saya saat ini yaitu mengajak orang-orang ke jalan Allah, dengan menjadi da’i, dan alhamdulillah selain itu Allah juga menitipkan sedikit rezkinya untuk saya sehingga saya masih bisa punya kerjaan sampingan, dan pekerjaan sampingan saya saat ini adalah berdagang kecil-kecilan, jual parfum, kopiah, baju-baju gamis, sandal-sendal dan macam-macam lagi setiap ada moment tabliq akbar, malam-malam taklim dan pada saat ada acara-acaranya ikhwah..” 

Subhanallah…, mendengar jawabannya itu saya menjadi sangat malu dengan diri saya sendiri.


Saat ini kita begitu dimanja dengan berbagai fasilitas, majelis-majelis ilmu juga sangat dekat dengan kita, namun apakah kita maksimal memanfaatkannya..??, Entahlah…, yang pasti sosok da’i kharismatik ini patut menjadi teladan buat kita dalam hal menuntut ilmu, betapa tidak, hampir setiap Sabtu malam (malam Ahad) beliau selalu menjadi penghuni shaf/baris pertama di masjid Wihdatul Ummah mengikuti pengajian rutin dari Ustadz kita, Muhammad Yusran Ansar, Lc, MA. Apakah menghadiri taklim ini begitu istimewanya sehingga dari puluhan bahkan ratusan jama’ah yang hadir pula pada momen itu tidak patut diteladani semangatnya..?? Hmm, bukan begitu maksud saya, sebab menghadiri taklim tentu sesuatu hal yang begitu istimewa bagi seorang muslim, dan kita patut cemburu bila melewatkan momen-momen tersebut. Tetapi ada hal yang sangat istimewa dari sosok ini, sebab sosok kharismatik ini harus menempuh jarak ratusan kilometer untuk sampai ke kota Makassar dan harus tepat waktu sehingga dapat mengikuti pengajian tersebut, sebab beliau berasal dari Kota Panrita Lopi “Bulukumba”! Wow, bisa dibayangkan berapa jaraknya Bulukumba-Makassar, dan sudah bertahun-tahun beliau nyaris tak pernah alpa menghadiri pengajian tersebut (kecuali ada uzur syar’i yang menyebabkannya tidak datang). Pernah saya bertanya dengan raut wajah yang nyaris tak percaya, sebab dari segi usia, mungkin usia saya masih jauh lebih muda dari beliau, tapi melakukan aktifitas dengan jarak sejauh itu, sepertinya hati ini mesti harus jujur mengatakan bahwa saya masih tidak mampu melakukannya, saat itu saya bertanya:


“Afwan ustadz, biasa jam barapa kita start dari bulukumba, dan kapan kita balik lagi ke bulukumba..”, Seperti biasa dengan senyum simpul beliau menjawab:

“Alhamdulillah... biasanya saya start siang, sehingga saya harus berusaha untuk dapat shalat maghrib di masjid Wihdah, dan kalau usai pengajian tak ada lagi urusan saya di Makassar, saya langsung balik ke Bulukumba malam itu juga, tapi paling sering saya pulang esok sore atau malamnya, apalagi bila hari Ahad-nya bertepatan dengan tabligh akbar atau kegiatan-kegiatan penting di Makassar” 

Subhanallah..., jawabnya saat itu semakin membuat mata saya berkaca-kaca. 

Padahal kalau difikir-fikir, setelah ada kerja sama antara Radio Makkah Am Makassar dan Radio Suara Wahdah Bulukumba, Pengajian-pengajian di Makassar hampir selalu disiarkan melalui radio tersebut, dan beliau sudah bisa menikmatinya di Bulukumba melalui Radio, tapi beliau tetap mengejar keutamaan mendatangi langsung majelis-majelis ilmu tersebut, Subhanallah...!!


Apakah hanya sampai disitu semangat dan kebaikan-kebaikan beliau yang perlu diteladani...?? Ternyata masih banyak yang perlu saya uraikan melalui tulisan ini untuk menjadi pelajaran bagi diri saya pribadi.


Pernah suatu pagi saat saya keluar dari studio Makkah Am dan menuju parkiran motor, saya melihat beliau sedang membersihkan motor “Smash Merahnya”. Melihat saya saat itu beliau mendekat dengan gaya khasnya yang malu-malu mendekati saya, menyalami dan memeluk saya sambil menanyakan kabar saya. Saat itu terjadi percakapan kecil diantara kami, baik soal perkembangan radio (karena beliau katanya pendengar setia radio Makkah Am) maupun soal kabar-kabar penting dari Bulukumba, hingga diakhir pebicaraan dengan masih gaya yang malu-malu beliau berujar;


“Afwan ustadz... (begitu beliau memanggil saya, meskipun saya belum layak dipanggil ustadz)..., apa kita tidak berniat beli motor.., hmm, motor smash merah saya ini rencana saya mau jual, siapa tau ustadz berminat..?” Ujarnya pada saya waktu itu, sejenak saya memandangi motor merah itu, sepertinya kondisinya masih sangat bagus, tetapi sayang saya masih punya motor sehingga belum punya niat membelinya.


“Kenapa mau dijual ustadz..??, trus kalau dijual, kita pakai apa..?” Tanya saya ke beliau

“Hmm, kebetulan ada sesuatu yang saya harus selesaikan ustadz dan menyelesaikannya butuh dana…, hehe” jawabnya malu-malu

“Ooo, begini ustadz, kebetulan saya udah punya kendaraan, jadi secara pribadi saya belum minat beli, tapi insya Allah saya akan bantu promosikan ke ikhwah, siapa tahu berminat, ee, kira-kira mau dijual berapa dan kalau boleh tahu untuk apa dananya ustad, supaya saya lebih semangat mempromosikan, apalagi bila memang untuk keperluan yang sangat mendesak…”, ujar saya perlahan. Masih dengan malu-malu beliau menjawab...


“Insya Allah rencana saya mau jual 4 jutaan ustadz, kondisinya Alhamdulillah masih bagus, hmm, sebenarnya saya malu menyampaikan ke kita untuk apa dana ini diperuntukkan, tetapi karena ustadz ingin tahu, maka saya terpaksa harus kasi tahu, eee, sebenarnya dana penjualan motor ini akan saya gunakan untuk membayar uang semesteran anak-anak asuh saya, ada beberapa orang di STIBA, di Tahfidz Kassi dan di Tadribuddu’at.., hmm, semoga Allah tidak memandang saya Riya’ dengan mengungkap semua ini pada kita…” ujarnya dengan malu-malu dan mendudukan wajahnya. 

Subhanallah.., mendengar itu sebenarnya merinding perasaan ini, seharusnya saya yang merasa malu dengan situasi itu. Tapi malah beliau yang menundukkan wajah dengan wajah memerah karena malu. Yaa Allah, ternyata banyak anak asuh yang beliau biayai di STIBA, Pondok Tahfidz dan Tadrib Ad du’at. Belakangan saya dapat informasi lagi bahwa ada 3 orang lagi ikhwah dari Bulukumba yang beliau ajak ke Makassar untuk di daftarkan di STIBA dan rata-rata ikhwah-ikhwah tersebut dari keluarga yang tak mampu sehingga segala biaya yang dibutuhkan oleh ikhwah-ikhwa calon MABA tersebut menjadi tanggungan beliau.


Alhamdulillah, hari sabtu kemarin (25 agustds 2013-), saya bertemu dengan salah seorang ikhwah anak asuh beliau yang daftarkan di STIBA tahun ini, ikhwah ini adalah mutarobbi beliau, ikhwah tersebut menuturkan perjalanan awalnya mengenal dakwah ahlussunah, menurutnya Allah menitipkan hidayah ini padanya melalui tangan sang da’i yang sosoknya sedang saya ceritakan ini. Menurut ikhwah itu lagi, katanya bukan hanya dia, tetapi 3 orang kakaknya pun sekarang sudah tersentuh oleh dakwah beliau dan Alhamdulillah saat ini sudah menjadi ikhwah multazim. Kelembutan dan tutur bahasa yang santun membuat orang gampang dan dengan mudah menerima dakwah ustadz tersebut, dan ikhwah itu menceritakan bahwa tidak hanya dia yang mendapat tawaran dari sang ustadz untuk melanjutkan kuliah di STIBA, tapi hampir semua anak-anak yang putus sekolah setelah tamat SMA beliau dakwahi dan bujuk agar mau kuliah di STIBA, atau di Pondok Tahfidz Kassi maupun Tadrib Ad-du’at. Subhanallah..


Dulu ketika saya melakukan kunjungan kerja ke Radio Suara Wahdah Bulukumba, seperti biasa untuk menopang syi'ar dakwah Radio disana, saya berinisiatif melakukan lelang donasi lewat radio, saat itu selama kurang lebih 1 jam saya melakukan lelang donasi untuk biaya operasional radio Suara Wahdah Bulukumba melalui radio mereka, satu persatu Alhamdulillah responden mengirimkan sms donasinya ke radio, mulai dengan nominal yang kecil hingga yang besar. Tetapi di menit-menit terakhir betapa kagetnya saya ketika mendapat sebuah sms dari pendengar bahwa dia ingin menyumbangkan mobilnya untuk dakwah radio, meskipun katanya mobil tersebut mobil tua, tapi subhanallah, semangat menyumbangnya tinggi sekali, penyumbang tersebut tak lain adalah beliau yang saya ceritakan saat ini. dan saya dikabari oleh Pengurus Radio Suara Wahdah Buukumba bahwa Alhamdulillah mobil tersebut masih bias laku terjual 6 jutaan (Kalau gak salah, semoga menjadi amal jariah buat beliau, aamin)


Hmmm, kalau mendengar beliau nyumbang mobil, biayai pendidikan anak-anak asuhnya, mungkin sepintas terlintas di benak kita, pasti ustadz ini uangnya banyak, rumahnya besar dan mewah, tetapi anggapan itu akan langsung terbantahkan bila kita berkunjung langsung ke rumah beliau. Yaa Allah begitu sangat sederhana, rumah yang tak luas itupun, sebahagiannya sudah dimanfaatkan untuk asrama para penghafal Qur’an asuhannya. Sehingga space untuk beliau tinggal dengan keluarganya begitu sangat sempit. Tak ada fasilitas apapun yang terlihat di rumahnya, yang nampak paling banyak susunan buku-buku, kitab-kitab dan jualan beliau di ruangan sempit itu. Subhanallah..


Pernah ada ikhwah yang cerita ke saya, bahwa dulu dia pernah bertemu dengan ustadz tersebut sedang menggelar dagangannya pada sebuah momen tabligh akbar. Saat itu ada sebuah buku yang disukai ikhwah tersebut, namun qadarallah uangnya ikhwah tidak cukup, namun sang ustad malah memberikannya secara gratis, asalkan dibaca dan diambil manfaatnya, subhanallah, dan kejadian seperti itu sering terjadi.


Kalau bertemu dengan beliau pasti perasaan kita adem dibuatnya, kalimat-kalimat dzikir tak pernah lepas dari tutur bahasanya, Kalimat “Subhanallah, Maa sya Allah, Laa ilaha ilallah, astagfirullah” selalu menghias lisannya. Pernah suatu malam, habis menghadiri taklimnya ustadz Yusran di Masjid Wihdah, beliau menyempatkan silaturahim ke Studio Makkah Am, kebetulan malam itu saya sedang siap-siap siaran NURANI. Saat itu tanpa sepengetahuan beliau saya menghitung ucapan dzikirnya saat ngobrol dengan saya, dengan memberi centangan dikertas yang kebetulan ada diatas meja siaran, dan hanya 30 menit beliau berada di studio saat itu lalu pamit keluar karena tidak ingin menggangu konsentrasi saya siaran. Nah, mau tau berapa kalimat-kalimat dzikir keluar dari lisannya saat ngobrol dengan saya dalam waktu 30 menit itu..?? Setelah saya menghitung hasil centangan saya, ternyata selama 30 menit itu kalimat “Laa ilaha ilallah” 5x diucapkannya, “Maa Syaa Allah” 3x terlontar dari bibirnya, kalimat “Subhanallah” 6x terucap lirih dari lisannya, dan kalimat-kalimat itu terlontar bukan karena beliau sedang konsentrasi berdzikir, tapi kalimat-kalimat itu hanyalah merupakan imbuhan dari setiap obrolannya dengan saya selama 30 menit.

Subhanallah, dan entah cerita mengagumkan apalagi yang dirasakan oleh ikhwah lain yang mengenal beliau, yang pasti semua yang tertuang dalam tulisan ini murni yang saya alami dan saya saksikan langsung saat bersama dengan beliau langsung, semoga Allah senantiasa menjaga beliau dan keluarga beliau dan senantiasa meng-istiqamahkan beliau dalam barisan dakwah ini, hingga kelak Allah dengan rasa cinta-Nya akan memanggil beliau di suatu hari nanti. Demi Allah, tulisan ini bukan coretan kekaguman yang berlebihan saya terhadap beliau, tetapi semata-mata murni sebagai bahan motivasi untuk diri saya sendiri. Semoga ada ibroh yang dapat kita petik dari tulisan ini.


Sosok ustad yang saya maksud dalam kisah ini adalah Ustadz Rahmad Husain hafidzohullah- dari Bulukumba
Wassalam
-----------------------------------------------------------------------------------
Makassar, 27 Agustus 2013
Satrio Herlambang (Manager Radio Makkah AM)
PH. 082345623034
Pin BB 32ffe0e3

1 komentar: